2024-08-20 HaiPress
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi,pekerja profesional atau praktisi di bidangnya,pengamat atau pemerhati isu-isu strategis,ahli/pakar di bidang tertentu,budayawan/seniman,aktivis organisasi nonpemerintah,tokoh masyarakat,pekerja di institusi pemerintah maupun swasta,mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Daftar di sini
Kirim artikel
Editor Sandro Gatra
MAHKAMAH Konstitusi menjadi “penyelamat” demokrasi Indonesia. Ketika syarat demokrasi hampir saja “terbeli” oleh kesepakatan elite politik,MK justru hadir membongkar dan membatalkannya.
Selasa,20 Agustus 2024,menjadi hari bersejarah pada demokrasi Indonesia.
Uji materi diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.
Masyarakat sipil hampir frustrasi dengan situasi demokrasi yang sudah terkelola oleh elite politik semacam “democracy incorporarted.”
Syarat ambang batas pencalonan kepala daerah yang tinggi membuat kursi menjadi mahal. Dan,situasi itu bisa dimanfaatkan elite politik untuk mengunci calon-calon tertentu.
MK kembali tidak bulat dalam putusannya. Untuk syarat usia calon Pilkada,Hakim Konstitusi Anwar Usman,tidak ikut mengambil keputusan.
Putusan MK menyebutkan syarat calon untuk Pilkada tetap 30 tahun sejak penetapan pasangan calon.
Putusan ini berbeda dengan putusan Mahkamah Agung sebelumnya. MA memutuskan syarat usia 30 tahun saat pelantikan kepala daerah.
Sedang untuk persyaratan mencalonkan kepala daerah yang demikian ketat-- 25 persen suara pemilih atau 20 persen kursi -- dibongkar MK.
Dalam sejumlah Pilkada,ada tren semua parpol “dikondisikan” – apapun alasannya – untuk mendukung satu pasangan calon. “Pengkondisian” bisa dilakukan dengan menggunakan instrumen hukum atau bisa juga dengan konsesi kekuasaan.
Untuk Pilkada Jakarta,misalnya,12 partai politik terkondisikan untuk mendukung hanya satu pasangan calon Ridwan Kamil – Suswono.
Partai terakhir adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),yang salah satu pengurus terasnya mengatakan,“PKB ikut Gerindra untuk Pilkada Jakarta.”
Hanya PDI Perjuangan ditinggal sendirian di luar. PDIP pun tak bisa mencalonkan pasangan calon karena tidak mencukupi ambang batas.
Mirip juga dengan Jawa Timur. Tinggal PKB dan PDI Perjuangan yang belum menentukan sikap menghadapi Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak.
Kondisi serupa di Banten. Calon populer Golkar Airin Rachmi Diany masih belum pasti maju karena koalisi yang dibangun Gerindra mengusung Andra Soni dan Dimyati Natakusumah.
Peta politik Jakarta,Banten,Jawa Barat,Jawa Tengah,Jawa Timur dipastikan berubah menyusul putusan fenomenal Mahkamah Konstitusi yang membongkar politik ambang batas.