2024-08-23 HaiPress
JAKARTA,iDoPress - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik,Hukum,dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa DPR telah dibutakan dengan ambisi untuk berbagi kekuasaan terkait upaya merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur,Bupati,dan Walikota (Pilkada).
Sebab,menurut Mahfud,membangkang dari konstitusi dengan tidak mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebaliknya,menafsirkan sendiri putusan MK tersebut.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini pun menegaskan bahwa putusan MK itu bersifat final sebagaimana termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) NRI 1945.
Atas dasar itu,dia berpendapat bahwa apa yang dipertontonkan anggota dewan dalam upaya merevisi dan merancang UU Pilkada didasarkan pada ambisi membagi-bagi kekuasaan.
“Menurut saya ya,dibutakan oleh ambisi besar untuk bagi-bagi kekuasaan di antara kelompoknya sendiri,” ujar Mahfud dalam podcast bertajuk “Teruskan!! Kawal Konstitusi dari Para Begal” yang dikutip dari YouTube Mahfud MD Official,Jumat (23/8/2024).
Baca juga: Tarik Ulur Revisi UU Pilkada sejak 2019,DPR Tancap Gas hingga Akhirnya Batal Disahkan
Meskipun,menurut dia,tidak ada yang salah dengan upaya merebut kekuasaan. Demikian juga,proses yang dilakukan DPR tidak salah atau sesuai dengan aturan yang berlaku terkait pembentukan undang-undang,yakni melalui mekanisme rapat kerja,lalu pleno hingga akhirnya dibawa ke rapat paripurna.
Namun,Mahfud mengatakan,caranya yang tidak bisa diterima dengan akal sehat dan moral. Pasalnya,ada beberapa peristiwa yang mendahului sehingga revisi tersebut dikebut dalam satu hari prosesnya oleh DPR.
“Apakah itu boleh? Boleh juga. Itu bukan mala in se,itu mala prohibita. Artinya enggak melanggar aturan karena kita merdeka silahkan anda rebut kekuasaan ini,anda berkoalisi atau apa,” ujarnya.
Untuk diketahui,mala in se adalah suatu perbuatan yang tanpa dirumuskan sebagai kejahatan sudah merupakan kejahatan. Sedangkan mala prohibita adalah suatu perbuatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan jika telah dirumuskan sebagai kejahatan dalam perundang-undangan.
“Nah mala in se-nya caranya tidak sopan,caranya tidak bisa diterima oleh akal sehat dan moral karena didahului peristiwa-peristiwa sebelumnya,ada orang ingin mengajukan orang umurnya belum sampai,ada orang ingin mengalahkan calon gubernur yang lain dengan cara begini,” kata Mahfud melanjutkan.
Baca juga: Mahfud MD: Putusan MK Tafsir Resmi Konstitusi
Kemudian,mantan Ketua MK itu mengatakan,MK sudah berusaha untuk mengembalikan ke jalan konstitusi melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PUU-XXII/2024.
Namun,tiba-tiba dipotong oleh DPR melalui pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang sebenarnya sudah disimpan dalam arsip karena merupakan usulan lama yang dibatalkan.
Oleh karena itu,dia menyebut yang salah adalah merebut atau berbagi kekuasaan yang dilakukan dengan melanggar moral.
“Saya katakan tadi,DPR melakukan itu tidak melanggar prohibita,tidak melakukan apa yang disebut mala prohibita yaitu melanggar aturan. Tapi dia melanggar moral. Dan kalau melanggar moral,lawan secara moral seperti demo besar-besaran yang terjadi,itu moral,” ujar Mahfud.
Baca juga: MK Ubah Threshold Pilkada,Mahfud: KPU Harus Laksanakan
Atas dasar itu,Mahfud mengingatkan bahwa merebut kekuasaan boleh dilakukan tetapi harus tetap dalam jalur konstitusi